Jumat, 11 Februari 2011

KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM

Oleh Endang Mukarom
Disampaikan pada: Pertemuan Dharma Wanita se-Kota Tasikmalaya
Tanggal 12 Pebruari 2011


Bismillahirrohmaanirrohiim

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadlirat Alloh SWT, yang telah mentaqdirkan kepada kita semua bisa berkumpul dalam acara silaturrahmi Anggota Dharma Wanita di lungkungan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya…
Sholawat serta Salam, semoga tetap tercurahkan kepada jungjunan alam ,Nabi Besar Muhammad SAW, kepada Keluarganya , sahabatnya, dan orang yang mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Hadirin sekalaian
Alhamdulillah, wasyukru lillah, pada kesempatan Pertemuan Dharma Wanita kali ini, bertepatan dengan bulan dilahirkannya jungjunan kita Nabi Muhammad SAW…dimana sudah menjadi tradisi yang mengakar kuat , selalu sama sama kita peringati , secara nasional maupun local. Terlepas dari pro dan kontra …Ada hal terpenting dalam suasana peringatan Maulid Nabi, yaitu menanamkan pada diri kita kecintaan kepada Nahi saw. Sehingga suri tauladan kehidupan yang beliau contohkan dapat terserap dalam pikiran pikiran kita bersama
Bagi kita, memperingati Maulid (kelahiran) Muhammad Rasulullah SAW, bermakna secara sadar menelusuri pekerti agung dari seorang terpilih. Jelas nasabnya, jujur, amanah, baik pekertinya, serta penyantun dan pemaaf, sebagai uswah hasanah (suri teladan baik), bagi setiap mukmin yang percaya kepada Allah dan hari akhir
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangannya) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah(zikrullah). (Q.S. Al Ahzab: 21)
Makna hakiki dari memperingati Maulid Nabi SAW haruslah diinsyafi bukan sekedar seremonial keagamaan semata, namun hendaklah ditujukan kearah intropeksi total diri sendiri, guna meningkatkan kualitas hidup beragama, beribadah, dan bermasyarakat.

Hadirin sekalian..! Ibu ibu Dharma wanita yang saya hormati…!
Jasa perjuangan beliau.. bagi kaum wanita adalah terangkatnya kedudukan wanita/perempuan menjadi terhormat sejajar dengan kaum laki-laki, melalui perjuangan beliau ,menyebabkan wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap muslim. Dia akan menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang shalih.
Sebelum saya paparkan bagaimana kedudukan wanita dalam Islam ,kita perlu mengetahui sedikit mengenai kedudukan kaum wanita menurut agama dan juga bangsa sebelum Islam. Ini bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada umat Islam dan masyarakat bukan Islam bagaimana Islam telah merubah kedudukan dan pandangan terhadap kaum wanita yang asalnya dipandang hina oleh suatu kaum ,kemudian melalui ajaran Islam dan keteladanan Rosululloh memberikan kedudukan mulia dan setaraf dengan kaum lelaki
Pertama:. Wanita Yunani Kuno
Negara Yunani atau Grik di zaman silam merupakan suatu bangsa yang memiliki peradaban tersendiri. Kota Athenes merupakan sebuah kota ilmu pengetahuan dan filsafat, kedokteran dan ilmu.
Wanita pada pandangan masyarakat Athenes kuno adalah paling rendah di mana mereka dapat diperjual beli kan sebagaimana barang dagangan. Wanita tidak diizinkan mengelola sesuatu selain urusan tumahtangga dan pendidikan anak-anak. kaum pria diizinkan menikahi sebanyak mungkin perempuan menurut keinginan mereka tanpa memiliki syarat dan peraturan. Kaum pria Sparta yaitu ibu kota Yunani Kuno , tidak mengizinkan pria menikahi wanita lebih dari seorang kecuali jika perlu sedangkan kaum wanita dibenarkan bersuami dengan seberapa banyak pria yang menyebabkan menjadi kebiasaannya kaum wanita memiliki banyak suami.
Kaum wanita juga tidak diperbolehkan menerima waris. Ini merupakan suatu adat yang paling buruk yang terjadi dalam masyarakat Yunani yang dianggap berbudaya pada zaman silam.

ke dua: Wanita Romawi
Kaum wanita dianggap seperti najis dan mereka dipandang sebagai benda yang bernyawa dan tidak kekal hidup di akhirat. Mereka tetap diwajibkan berbakti kepada Tuhan dan melayani kaum pria disamping mereka dilarang berbicara dan ketawa. Ketika mereka berjalan dijalanan atau pun berada di rumah, mulut mereka terkunci dengan besi.Mereka dilarang memakan daging.
Praktek poligami turut berkembang dalam masyarakat Romawi berdasarkan adat bukan hukum. Tetapi ketika Valentian II menjadi raja Romawi, dia telah mengeluarkan suatu perintah resmi yang memungkinkan setiap rakyat Romawi menikahi sebanyak mungkin perempuan menurut keinginan. Perintah ini diteruskan oleh pemerintah Romawi berikutnya sehingga datangnya Kaisar Justinianus yang telah 'mati' menggabulkan hukum yang melarang poligami. Namun pria Romawi tetap melanjutkan adat menikahi wanita lebih dari seorang terutama para pembesar dan orang atasan.


3. Wanita Persia
Bangsa ini turut menghina dan merendahkan kaum wanita disamping membasmi kaum ini dari muka bumi. Pernah diriwayatkan ketika Mazda yang mengaku dirinya menjadi pengganti Zaratustra pada awal abad ke - VI diperintahkan kepadanya agar memberi hak sama rata kepada kaum pria untuk memiliki harta-bendanya manakala kaum wanita ditunjukan haknya sebagaimana binatang yaitu hanya api, air dan rumput. Kaum wanita hanya dijadikan pelampiasan nafsu buas lelaki di mana memiliki gundik tidak terbatas begitu juga dengan perzinaan. Bangsa Persia tidak mengenal peraturan perhubungan antara lelaki dengan perempuan. Perempuan dijadikan barang dagangan dan seperti perhiasaan di mana bila diinginkan mereka dipakai ,tetapi bila sudah bosan mereka disingkirkan atau dibunuh.
4. Wanita India
Wanita dan para istri masyarakat India tidak diberi hak untuk hidup di mana istri akan turut dibakar hidup-hidup bila suaminya meninggal dunia. Seorang isteri yang dibakar hidup bersama mayat suaminya ini dianggap sebagai perempuan yang setia.
Menurut keterangan para sarjana bahwa di India sampai tahun 1885 setiap tahunnya sekitar 8000 jiwa anak perempuan dibunuh oleh ibunya sendiri. Inilah kezaliman dan penindasan yang tidak terbatas yang dilakukan dalam masyarakat India terhadap kaum wanita.
5. Wanita Tionghoa
Bangsa ini turut merendahkan kaum wanita seperti kata Kong Hu TJU: "Bagi perempuan tidak dapat memerintahkan dan melarang melakukan pekerjaan selain pekerjaan urusan rumah tangga saja". Menurut suatu riwayat bahwa pernah terjadi pada zaman Kon Fu Sius perbuatan menanamkan orang perempuan hidup-hidup bersama mayat suaminya telah menjadi kebiasaan di tanah Tiongkok sejak tahun 580 SM Turut diriwayatkan bagaimana para isteri orang-orang besar bangsa Tionghoa kuno akan dipakaikan celana dari besi antara kedua pahanya hingga bawah pusat dan terkunci kokoh oleh suaminya sepanjang peninggalannya. Ini menyebabkan mereka merasa kesusahan dan kerumitan dalam pergerakan sepanjang peninggalan suami mereka. Inilah ia antara amalan yang buruk dan zalim yang dilakukan terhadap kaum wanita dalam masyarakat Tionghoa.
6. Wanita Bangsa Arab Jahiliyah
Bangsa arab turut memandang hina kepada kaum wanita di mana mereka merasa malu jika istri melahirkan anak perempuan. Bahkan mereka sanggup membunuh atau menanam anak perempuan mereka hidup-hidup karena khawatir keaiban dan kemiskinan. Jika mereka membiarkan anak perempuan itu hidup maka dia akan dikerahkan untuk membuat pekerjaan yang berat dan tidak sesuai untuknya. Paling tinggi anak perempuan itu dijadikan alat untuk memuaskan nafsu buas pria dan dipermadukan tidak terbatas. Begitu jarang perempuan yang terpelihara kehormatan mereka di kalangan masyarakat arab.
Perempuan yang telah ditinggalkan suami akan diasingkan di suatu tempat lain di mana dia harus memakai pakaian yang buruk dan dilarang keras memakai bau-bauan selama setahun. Setelah cukup setahun maka akan dibawa ke perempuan itu seekor kambing atau keledai yang bertujuan agar dia menyentuhkan kemaluannya kepada binatang tersebut. Sesudah itu dia akan diberi pula kotoran unta yang kemudian akan dilemparkannya. Sesudah itu barulah dia dapat keluar dari rumahnya dan diizinkan menjalankan aktivitas hidup sebagaimana biasa.
Sebagian orang arab jahiliyah menempatkan perempuan atau istri ke dalam kelompok harta pusaka ayah atau suami yaitu setara dengan barang pusaka lainnya. Oleh itu, anak lelaki yang menerima pusaka tua dapat menagmbil balu bapanya sebagai pusaka. Mereka juga menjadikan wanita sebagai salah satu warisan yang akan diambil atau dipergunakan oleh pewaris secara paksa di mana ketika si anak mengenakan bajunya ke atas janda ayahnya sambil berkata: "Aku mengambil dia ini sebagaimana aku menerima barang pusaka bapaku".
Sehubungan dengan ini, ketika dia ingin menikahinya maka dia akan terus menggaulinya tanpa mahar lagi atau pun bekas isteri ayahnya dapat dikawinkan dengan siapa saja yang dipersetujuinya. Sedangkan maskahwinnya diserah ke siapa yang memperkahwinkannya atau pun dia tidak diizinkan menikah terus agar dia dapat si anak dapat memiliki harta wanita tersebut setelah kematiannya. Menjadi adat mereka lagi tua akan melarang anak perempuannya dari menikah sehinggala si anak perempuan itu dapat meninggalkann untuknya apa-apa yang dimilikinya. Demikian juga seorang suami yang menceraikan istrinya akan mencegahnya menikah lain sehingga dia dapat mengambil sesuatu hartanya menurut kemauannya. Iddah bagi perempuan yang dicerai tidak terbatas batasannya yaitu, selama bekas suaminya masih ingin mengambilnya kembali maka sehingga itu dia tidak mengizinkan istrinya menikah dengan orang lain. Si suami bersikap bengis terhadap isterinya dan tidak menceraikannya sehingga ada juga yang tidak menyerah mahar kepada istrinya. Inilah antara pelecehan terhadap kaum wanita yang begitu jelas kezalimannya.
Perempuan yang sedang datang haidh tidak dapat mendekati suaminya malah tidak dibenarkan makan bersama.

Kedua: Peringkat Wanita Berdasarkan Agama
1. Wanita menurut agama Hindu Brahma
Para pengikut agama Hindu Barhma menganggap perempuan sebagai kaum yang hina dan tidak memiliki sesuatu hak dalam masyarakat. Mereka sanggup memperdagangkan atau menjual-beli orang perempuan. Malah banyak perempuan yang dibakar hidup-hidup karena fanatik disebabkan khurafat dan kurang penghargaan terhadap jiwa manusia yang ada dalam diri perempuan.
Mereka juga menganggap bahwa perempuan haidh itu najis di mana mereka percaya bahwa darah haidh berbisa yang dapat membunuh manusia. Oleh itu perempuan yang datang haidh mesti dijauhkan daipada masyarakat, dipisahkan dari bergaul dengan orang lain terutama suami dan anak-anaknya.
Kehidupan perempuan hanya di dalam rumahtangga dan tidak dapat memerintah tetapi harus patuh kepada perintah pria sepanjang waktu.
2. Wanita menurut agama Yahudi dan Kristen
Setelah diperhatikan dalam kitab-kitab agama Yahudi dan Kristen maka dapat disimpulkan bagaimana posisi wanita begitu hina sekali dalam agama mereka. Wanita dianggap najis atau kotoran, sumber dosa dan kedurhakaan, pusat segala pelanggaran, dasar ke segala bentuk perbuatan curang, dasar Pendustaan atau penipuan dan tidak dapat dipercaya. Mereka dianggap beracun dan berbahaya di mana harus dimusnahkan dari alam ini.Kaum wanita dlilarang belajar ilmu pengetahuan apa lagi mengajar kaum lelaki. Inilah ia antara penghinaan terhadap posisi wanita dalam agama Yahudi dan Kristen.
3. Menurut Islam:
Bagaimana hukum wanita bekeria menurut syara'? Maksudnya:
bekerja di luar rumah seperti laki-laki. Apakah dia boleh
bekerja dan ikut andil dalam produksi, pembangunan, dan
kegiatan kemasyarakatan? Ataukah dia harus terus-menerus
menjadi tawanan dalam rumah, tidak boleh melakukan aktivitas
apa pun? Sementara kami sering mendengar bahwa agama Islam
memuliakan wanita dan memberikan hak-hak kemanusiaan
kepadanya jauh beberapa abad sebelum bangsa Barat
mengenalnya. Apakah aktivitas yang ia lakukan itu tidak
dapat dianggap sebagai haknya yang akan menjernihkan air
mukanya, sekaligus dapat menjaga kehormatannya agar tidak
menjadi barang dagangan yang diperjualbelikan seenaknya
ketika dibutuhkan atau dikurbankan ketika darurat?

Mengapa wanita (muslimah) tidak boleh terjun ke kancah
kehidupan sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita Barat,
untuk menjernihkan kepribadiannya dan memperoleh hak-haknya,
agar dapat mengurus dirinya sendiri, dan ikut andil dalam
memajukan masyarakat?

Kami ingin mengetahui batas-batas syariah terhadap aktivitas
yang diperbolehkan bagi wanita muslimah, yang bekerja untuk
dunianya tanpa merugikan agamanya, lepas dari kekolotan
orang-orang ekstrem yang tidak menghendaki kaum wanita
belajar dan bekerja serta keluar rumah walau ke masjid
sekalipun. Juga jauh dari orang-orang yang menghendaki agar
wanita muslimah lepas bebas dari segala ikatan sehingga
menjadi barang murahan di pasar-pasar.

Kami ingin mengetahui hukum syara' yang benar mengenai
masalah ini dengan tidak melebih-lebihkan dan tidak
mengurang-ngurangkan.

JAWABAN

Wanita adalah manusia juga sebagaimana laki-laki. Wanita
merupakan bagian dari laki-laki dan laki-laki merupakan
bagian dari wanita .Manusia merupakan makhluk hidup yang diantara tabiatnya
ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jika tidak
demikian, maka bukanlah dia manusia.

Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan manusia agar mereka
beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk
menguji siapa diantara mereka yang paling baik amalannya.
Oleh karena itu, wanita diberi tugas untuk beramal
sebagaimana laki-laki - dan dengan amal yang lebih baik
secara khusus - untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa
Jalla sebagaimana laki-laki. Allah SWT berfirman:

"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman), 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki
maupun perempuan...'" (Ali Imran: 195)

Siapa pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala
di akhirat dan balasan yang baik di dunia:

"Barangsiapa yang mengeryakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(an-Nahl: 97}

Selain itu, wanita - sebagaimana biasa dikatakan - juga
merupakan separo dari masyarakat manusia, dan Islam tidak
pernah tergambarkan akan mengabaikan separo anggota
masyarakatnya serta menetapkannya beku dan lumpuh, lantas
dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi
sesuatu pun.

Hanya saja tugas wanita yang pertama dan utama yang tidak
diperselisihkan lagi ialah mendidik generasi-generasi baru.
Mereka memang disiapkan oleh Allah untuk tugas itu, baik
secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak
boleh dilupakan atau diabaikan oleh faktor material dan
kultural apa pun. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat
menggantikan peran kaum wanita dalam tugas besarnya ini,
yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya
pula terwujud kekayaan yang paling besar, yaitu kekayaan
yang berupa manusia (sumber daya manusia).

Semoga Allah memberi rahmat kepada penyair Sungai Nil, yaitu
Hafizh Ibrahim, ketika ia berkata:

Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan
Jika Anda mempersiapkannya dengan baik
Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik
pokok pangkalnya.

Diantara aktivitas wanita ialah memelihara rumah tangganya
membahagiakan suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang
tenteram damai, penuh cinta dan kasih sayang. Hingga
terkenal dalam peribahasa, "Bagusnya pelayanan seorang
wanita terhadap suaminya dinilai sebagai jihad fi
sabilillah."

Namun demikian, tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar
rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak ada seorang pun
yang dapat mengharamkan sesuatu tanpa adanya nash syara'
yang sahih periwayatannya dan sharih (jelas) petunjuknya.
Selain itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan
itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.

Berdasarkan prinsip ini, maka saya katakan bahwa wanita
bekerja atau melakukan aktivitas dibolehkan (jaiz). Bahkan
kadang-kadang ia dituntut dengan tuntutan sunnah atau wajib
apabila ia membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda
atau diceraikan suaminya, sedangkan tidak ada orang atau
keluarga yang menanggung kebutuhan ekonominya, dan dia
sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi dirinya
dari minta-minta atau menunggu uluran tangan orang lain.

Selain itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita
untuk bekerja, seperti membantu suaminya, mengasuh
anak-anaknya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil,
atau membantu ayahnya yang sudah tua - sebagaimana kisah dua
orang putri seorang syekh yang sudah lanjut usia yang
menggembalakan kambing ayahnya, seperti dalam Al-Qur'an
surat al-Qashash:

"... Kedua wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi
(ternak kami) sebelum penggembala-penggembala itu
memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak kami adalah orang
tua yang telah lanjut umurnya.'" (al-Qashash: 23)

Diriwayatkan pula bahwa Asma' binti Abu Bakar - yang
mempunyai dua ikat pinggang - biasa membantu suaminya Zubair
bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk
dimasak, sehingga ia juga sering membawanya di atas
kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.

Masyarakat sendiri kadang-kadang memerlukan pekerjaan
wanita, seperti dalam mengobati dan merawat orang-orang
wanita, mengajar anak-anak putri, dan kegiatan lain yang
memerlukan tenaga khusus wanita. Maka yang utama adalah
wanita bermuamalah dengan sesama wanita, bukan dengan
laki-laki.

Sedangkan diterimanya (diperkenankannya) laki-laki bekerja
pada sektor wanita dalam beberapa hal adalah karena dalam
kondisi darurat yang seyogianya dibatasi sesuai dengan
kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.

Apabila kita memperbolehkan wanita bekerja, maka wajib
diikat dengan beberapa syarat, yaitu:

1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya,
pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu
yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani
lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi
seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering
berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang
nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja
di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras - padahal
Rasulullah saw. telah melaknat orang yang menuangkannya,
membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal
terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan,
bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri
asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain
yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita
maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.

2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam
berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.

"Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) tampak daripadanya ...'" (an-Nur: 31 )

"... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )

"... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan
ucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab 32)

3. Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan
kewajibankewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti
kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan
kewajiban pertama dan tugas utamanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar