Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaik
an keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja , karena tak bekerja, ia kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.
Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada si tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah lagi untuk rumah pribadi.
Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya.
Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang karena ia harus mengakhiri karirnya dengan sebuah prestasi yang tidak begitu mengagumkan seperti yang telah dilakukan puluhan tahun lamanya, sampai mendapat predikat tukang terbaik diperusahaan tsb.
Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintainya,ternyata sudah selesai, beliau senang melihat hal itu namun diluar dugaan ternyata ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu itu dengan berkata “Ini adalah rumahmu” katanya “hadiah dari kami”. Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesal. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.
Itulah yang terjadi dalam kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan, kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan kita hidup di dalam rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadari sejak semula, kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.
Renungkanlah rumah yang kita bangun. Setiap hari kita memukul palu, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakan sekali saja seumur hidup. Biarkan kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.
Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat yang kita perbuat di hari ini. Hi perhitungan adalah milik Tuhan, bukan milik kita, karenanya pastikan kitapun akan masuk dalam barisan kemenangan. Jadi dihadapan Tuhan kita akan menerima seperti apa yang kita simak diatas, kita akan menerima sebuah bangunan yang kita bangun sendiri saat kita hidup didunia ini . Kalau kita membangun jelek tentu yang kita tempati nanti adalah tempat yang jelek dan sebaliknya. Untuk itulah mari kita berlomba membangun tempat yang terbaik dan terindah untuk kehidupan kita kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar